Senin, 05 Maret 2012

Surat untuk adinda

Adinda, malam ini terasa begitu hening, sepi dan syahdu, entah karena semua sudah tertidur atau mungkin karena hujan yang tak kunjung reda yang membuat suasana menjadi sesunyi ini. Di sudut kamar di atas meja bundar bertaplakan kain putih, setangkai mawar merah menjadi perhatianku sejak aku terdiam sedari tadi. Bukan hujan, bukan malam, juga bukan sepi yang menyihirku malam ini, hanya mawar merah itu saja. Saat kutatap mawar itu, ia tersenyum dan menyapaku dengan aroma surgawinya. Mungkin karena keindahan dan harumnya itulah mawar dinobatkan menjadi symbol cinta kasih? Sebetulnya bukan karena itu saja kenapa aku mengagumi mawar, juga karena mawar adalah mantra pelepas rinduku padamu, jembatan menemuimu dalam imajinasi. Karena kamu adalah mawar yang tumbuh di kebun hatiku.

Adinda, dahulu kala hiduplah seorang pemuda sederhana yang jatuh cinta pada seorang putri raja yang cantik rupawan. Kecantikannya begitu mempesona, siapa pun yang menatap wajahnya dan beradu pandang dengan bening matanya, bisa dipastikan orang itu akan jatuh cinta. Demikian juga dengan pemuda sederhana yang sehari-harinya bekerja sebagai penebang pohon, kesadarannya seketika hilang terhipnotis oleh tatapan mata sang putri. Walau pun semua orang mengingatkan akan kemustahilan cintanya itu, dia tetap berharap dan menunggu keajaiban. Setiap malam pemuda itu menemui sang putri dengan cara yang tidak lajim, yaitu dengan menyendiri di ruang yang sepi sambil menggenggam sekuntum bunga mawar merah. Saat membayangkan sosok sang putri - walaupun terkadang telapak tangannya harus berdarah tertusuk duri - jiwanya terbang keluar dari tubuh menemui sang kekasih hati. Walau pun fisik mereka tidak bertemu, namun jiwa dua insan yang beda kasta ini menyatu dalam ikatan cinta yang penuh makna seperti puisi Rumi:

Sesaat setelah mengalami kisah cinta pertamaku Aku pun mencarimu tanpa tahu bahwa itu tak perlu Sepasang kekasih tidak perlu bertemu di tempat tertentu Sebab yang satu ada dalam yang lain sepanjang waktu

Adinda, apa yang dilakukan oleh pemuda sederhana dalam kisah di atas melambangkan harapan, ketulusan dan pengorbanan. Harapan, karena sejatinya cinta adalah anugerah dari Sang Maha Cinta untuk siapa pun tanpa membedakan drajat keduniaan. Ketulusan, walau pun cintanya tak berbalas bahkan tak terungkap dia tetap mengirimkannya tanpa berharap dibalas. Dan pengorbanan, walau pun harus terluka karena tertusuk duri tidak lantas membuatnya meratap dan menuduh bahwa cinta itu kejam. Cinta adalah keindahan tertinggi yang bisa menggerakan roda kehidupan ini dengan harmonis, yang menurut Jalaluddin Rumi, cinta bisa mengubah duri menjadi mawar. Adinda, maknailah cinta seperti melihat sekuntum bunga mawar dan mengartikannya sebagai duri bermawar, bukan mawar berduri. Renungkan!

Adinda, kemarin adalah kenangan, esok adalah misteri, dan hari ini adalah anugerah. Waktu terus berjalan mengikuti takdirnya, dan saat ini aku sudah berada di hari ini yang kemarin masih menyebutnya esok hari. Bertemankan hujan, malam dan sepi, aku masih belum juga beranjak dari merindukanmu sambil menggenggam sekuntum mawar merah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar